ISLAMADANIA.COM - Kesementaraan menuntut pergantian. Akan ada masanya. Meskipun ia butuh waktu, pada cepat lambatnya. Baik terukur ataupun mendadak. Terjadwal maupun tertunda.
Dalam kesementaraan tersimpan pelajaran, peringatan, dan kemawasdirian. Ada sebuah penghargaan hidup.
Ringkasnya, segala bentuk keberuntungan, kesenangan, kesuksesan, dan kemegahan adalah suatu nikmat yang berpotensi terafiliasi kesementaraan. Artinya ia tidak abadi, takkan pernah kekal. Suatu saat akan jadi cerita masa lalu, dulu dulu.
Baca Juga: Menuju Indonesia Maju 2045
Apabila kita lalai dan tidak terkendali, maka nikmat itu akan berbalik menjadi sebuah siksaan. Maka dalam kesementaraan itu pulalah akan ada sebuah penyesalan.
Banyak sudah kejayaan dan kemakmuran tokoh terdahulu dari suatu negeri, yang diceritakan secara heroik, penuh kebanggaan, namun kemudian hanya menjadi sebuah cerita lama, tinggal kenangan, bahkan memfosil. Atau sekurang kurangnya, menjadi sebuah objek wisata, cagar budaya.
Lalu bagaimana kita hari ini?
Bersyukur, kemudian melenyapkan sifat angkuh, sambil menjauhi sikap sombong. Namun, jika masih meremehkan nasehat sederhana ini, maka penampilan kita akan selalu terkesan merendahkan orang lain.
Baca Juga: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Penggerak Peradaban Bangsa
Itulah sebuah perenungan atau peringatan, supaya kita lebih berhati-hati dalam menggunakan fasilitas yang kita dapatkan selama ini.
Jangan sampai apa yang kita tampakkan di muka umum adalah suatu keangkuhan di mata publik. Pamer keberuntungan dan seterusnya, lalu berucap, Alhamdulillah.
Sementara itu ia lupa, bahwa di sampingnya, ternyata masih tersisa perasaan perasaan pilu. Orang orang yang terpinggirkan, karena tidak seberuntung dan atau tak sebanding apa yang kita peroleh. Ada kaum lemah yang terkuras harapannya, sebab pupus oleh ketidakberdayaannya.
Baca Juga: Etika Politik: Politik Identitas vs Identitas Politik
Dari sini kita diingatkan oleh pepatah bijak yang mengatakan, "Janganlah menari-nari di atas penderitaan orang."
Dalam sebuah ayat, Tuhan pun hendak mengancam atas perbuatan tersebut, dengan suatu balasan setimpal, bahwasanya: "Siapa saja yang pandai bersyukur atas segala nikmat yang diperolehnya. Niscaya akan Aku tambahkan. Akan tetapi, jika sebaliknya, malah mengingkarinya. Maka ketahuilah, sesungguhnya azabKu itu sangat pedih."
Artikel Terkait
Dilema Dakwah Berbasis Digital Melalui Media Sosial
Pentingnya Santri Mempelajari Disiplin Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Ilmu Agama
Media Sosial Sebagai Instrument Perjuangan Dakwah Bagi Kalangan Santri
Bangga Menjadi Santri Dan Menampik Pandangan Negative Terhadap Pesantren
Partai Komunis Indonesia dan Nahdlatul Ulama
Etika Politik: Politik Identitas vs Identitas Politik
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Penggerak Peradaban Bangsa
Menuju Indonesia Maju 2045